Sabtu, 02 Oktober 2010

PTO Penjelasan 11

PENATAAN KELEMBAGAAN


11.1. Latar Belakang

Departemen Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa melaksanakan PNPM Mandiri Perdesaan dengan menggunakan pendekatan kelembagaan. Pendekatan kelembagaan menjadi pilihan dikarenakan pertama, efisiensi pembiayaan program dapat dicapai, kedua, adanya partisipasi masyarakat untuk menyeimbangkan kebutuhan dengan keterbatasan anggaran, dan ketiga, adanya pemihakan bagi kaum miskin agar mereka terlibat dalam proses kegiatan.
Dalam rangka penguatan kelembagaan, maka ada 2 unsur pokok yang harus diperhatikan yaitu kegiatan kolektif di antara mereka, dan aturan main yang disepakati. Kegiatan kolektif adalah agregasi kegiatan bersama berkaitan dengan wujud hak ikut memiliki tiap anggota masyarakat, berjalannya keterwakilan sebagai bagian dari mekanisme pemberian mandat oleh masyarakat, dan menjelaskan batas kewenangan untuk mengukur manfaat dan biaya dari setiap pengambilan keputusan oleh masyarakat. Aturan main yang disepakati adalah cara masyarakat mampu mengurangi ketidakpastian, menjabarkan usaha keberhasilan, pedoman jalan keluar bagi masalah bersama, serta mengurangi adanya penyimpangan anggota-anggotanya. Untuk lebih mengoptimalkan kualitas keduanya, diperlukan pelaku dan lembaga pengelola yang andal di masyarakat. Keandalan lembaga, selalu bertumpu pada kualitas pengelolaan dan akuntabilitasnya di mata masyarakat sebagai pemangku kepentingan.

PNPM Mandiri Perdesaan melahirkan lembaga pengelola yang cukup banyak baik di desa maupun di kecamatan, diantaranya adalah TPK, kelompok SPP, kelompok UEP, UPK, dan BP-UPK. Keberadaan lembaga pengelola ini pada umumnya bersifat ad hoc/sementara (berkaitan dengan kebutuhan program), akan tetapi seiring dengan pendampingan yang baik, dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, maka beberapa lembaga pengelola telah menjadi lembaga permanen, berkaitan dengan statutanya. Hal ini didukung kebijakan nasional.

Lembaga-lembaga ini mempunyai keunggulan yakni pada aspek kualitas kegiatan kolektif selama ada program, hal ini tercermin dengan adanya penjelasan tentang status kepemilikan, mekanisme keterwakilan dan batas kewenangan. Suatu skema model penguatan kelembagaan perlu memadukan aspek dan unsur di atas dan dikembangkan secara bertahap, terutama untuk menegaskan statuta dari lembaga-lembaga lokal ini. Kelemahan mendasar dari lembaga bentukan program adalah statuta, aturan dasar lembaga yang terabaikan, sehingga kelangsungan pasca program diragukan. Selain aspek statuta, hal lain tentang kelemahan berkaitan dengan legal standing dan keberlangsungan aktifitas bersama mereka.

Ditjen PMD telah mengeluarkan kebijakan tentang perlindungan dan pelestarian hasil-hasil program. Di antara hasil-hasil program sebelumnya yang perlu dilestarikan dan dikembangkan adalah lembaga pengelola yang ada di desa maupun di kecamatan. Keberadaan lembaga pengelola di kecamatan/antar desa dikuatkan secara legal dalam bentuk Badan Kerjasama Antar Desa (sesuai PP 72/2005). Dengan ketentuan ini, UPK menjadi jelas dan kuat statutanya, terutama dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengelola pembangunan partisipatif antar desa. Kebijakan ini telah tertuang dalam panduan penataan kelembagaan yang telah disosialisasikan lewat workshop pengintegrasian dalam pembangunan reguler akhir 2006 serta kebijakan tambahan Petunjuk Teknis Operasional PNPM Mandiri Perdesaan.

Kelembagaan lokal yang kuat diharapkan mampu mengelola kegiatan secara lebih efisien, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan program-program terkait. Dalam rangka Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, maka kegiatan ini diharapkan mampu menjadi bukti kesiapan kelembagaan masyarakat. Integrasi dengan kelembagaan formal di desa seperti dengan Pemerintahan Desa, BPD dan kelembagaan masyarakat lain tentu sangat diharapkan.


11.2. Organisasi Kerja dan Skema Pengintegrasian

Peran organisasi kerja dalam pelembagaan sistem adalah sebagai pendorong dan pelaksana kegiatan kolektif masyarakat. Fungsi organisasi kerja adalah menjalankan dan mengembangkan relasi fungsional antar komponen di masyarakat. Organisasi juga dapat berperan untuk melakukan eksperimen bagi pengembangan kepemilikan, keterwakilan dalam pendelegasian, dan pengambilan keputusan kolektif. Organisasi kerja menyediakan lahan bagi para pelaku untuk mematangkan kebiasaan dan perumusan kesepakatan.

Organisasi kerja bentukan program adalah lembaga-lembaga yang dibentuk untuk kebutuhan fungsional program. Dalam perkembangannya kini, organisasi kerja organisasi kerja diharapkan mampu menjalankan dan mengelola tindakan mekanis untuk dilakukan transformasi agar tumbuh menjadi kesadaran fungsional dan kesadaran kritis. Untuk mencapai kemampuan ini perlu dilakukan kebijakan penataan kelembagaan. Kebijakan penataan menyesuaikan perkembangan yang terjadi di lapangan dan kebijakan serta peraturan perundangan yang ada. Kebijakan penataan kelembagaan diwujudkan antara lain melalui penyediaan tenaga pendamping, fasilitator, dan kegiatan pelatihan-pelatihan.

Ciri utama kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan nantinya meliputi fungsi pengambilan keputusan kolektif, organisasi kerja sama antar desa, lembaga kemasyarakatan, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan badan usaha/badan usaha milik desa. Ciri utama ini telah memadukan aspek kelembagaan lokal dikaitkan dengan kebijakan dan peraturan perundangan yang ada.

Penataan sebagaimana di atas memadukan aspek statuta dan payung hukum. Statuta menuntaskan status hak milik, delegasi dan keterwakilan, serta batas kewenangan. Dalam penjabaran batas kewenangan, yang paling mendasar adalah penjelasan tentang hubungan kelembagaan bersifat langsung dan hubungan yang bersifat fungsional.

Pelembagaan sistem pembangunan partisipatif dalam pembangunan daerah memerlukan adanya kelembagaan lokal yang tertata, andal, dan akuntabel. Salah satu kelembagaan strategis pada tingkat antar desa adalah BKAD. Nilai strategis BKAD terletak pada kemampuannya menjalankan fungsi perlindungan dan pelestarian hasil-hasil PPK sekaligus kemampuannya untuk berkembang menjadi organisasi kerja yang mengorganisasi pelaksanaan sistem pembangunan partisipatif ke depan.

Dalam rangka pelembagaan organisasi kerja yang partisipatif, maka beberapa aspek perlu dipertimbangkan terutama dikaitkan dengan model tahapan perkembangan masyarakat terutama dikaitkan dengan model intervensi program. Aspek-aspek itu adalah tindakan bersama, pengulangan lewat intervensi program (repetisi), kebiasaan masyarakat, kesepakatan, aturan main, habitus, dan kolektifitas. Desain ini mencoba mengatasi beberapa kelemahan akibat pendekatan dari atas yang meniadakan partisipasi dan kegagalan kebijakan menangkap pola dasar masyarakat.





Gambar di atas menjelaskan mengenai desain pelembagaan organisasi kerja dikaitkan dengan dukungan program.

Tindakan Bersama.
Rumusan dari tindakan bersama adalah suatu tingkatan proses yang melibatkan masyarakat untuk hadir, terlibat secara aktif, dan menjadi bagian penting dari pengambilan keputusan.
Tingkatan proses ini sekalipun tidak bisa mewadahi semua komponen, tetapi ada saluran dan mekanisme dimana kesemuanya dapat melibatkan dan mempercayakan kepada pihak lain, hal ini dikenali sebagai suatu bentuk keterwakilan. Keterwakilan berjalan efektif manakala model komunikasi dengan pihak yang diwakili bersifat dua arah/dual direction.
Hadir/existens adalah awal dari pelibatan diri terhadap adanya suatu tindakan bersama. Dalam contoh model pengorganisasian masyarakat, proses kehadiran perlu dimulai dengan sosialisasi yang tepat. Tanpa adanya sosialisasi yang tepat gerakan menghindari makna mobilisasi akan sia-sia belaka.
Terlibat secara aktif adalah bentuk keberanian menampilkan buah pikiran, menyumbangkan tenaga, dana dan bahan-bahan lain untuk mendukung terwujudnya suatu output kegiatan. Dimensi keterlibatan aktif adalah juga kerelaan untuk melakukan pengorbanan dari sumber daya yang dimiliki. Menjadi bagian dari pengambilan keputusan berarti berperan serta dalam merumuskan dan menetapkan keputusan. Dilema pengambilan keputusan yang sering terjadi di masyarakat adalah adanya anggapan berakhirnya ‘jam tayang’ justru pada saat akhir cerita dari lakon yang ditampilkan memerlukan pelibatan segenap aktor. Keadaan ini menyebabkan pengambilalihan kewenangan di tangan para pengambil keuntungan. Suatu keadaan yang dilepaskan saat seharusnya pengambilan keputusan itu membutuhkan pelibatan aktif peserta.
Dalam tahapan inisiasi, kegiatan identifikasi dan observasi terhadap kualitas tindakan bersama oleh masyarakat perlu dilakukan. Contoh model yang bisa dilihat adalah saat dilakukan kerja bakti warga, dalam banyak situasi keterlibatan hanya berupa kehadiran. Dinamika sosial mestinya adalah proses produksi dan reproduksi sosial, dimana masyarakat mampu mengembangkan kolektifitasnya. Mengembangkan kolektifitas adalah titik temu antara penyadaran, peningkatan kapasitas, dan pendayaan dengan kepemimpinan partisipatif.

Repetisi
Repetisi adalah proses dimana terjadi pengulangan-pengulangan kegiatan kolektif oleh masyarakat. Sifat repetisi dibedakan berdasarkan kualitas kesadaran yang menyertainya. Pengulangan kegiatan dapat menyebabkan tumbuhnya kesadaran kolektif. Akan tetapi kesadaran kolektif ini dapat dibedakan berupa kesadaran mekanis-teknis dan kesadaran kritis. Tindakan kolektif repetitif, akan berisiko pada kegagalan menemukan elan vitalnya manakala pendekatan yang dipakai dominan berupa pendekatan mobilisasi masyarakat. Dari hasil evaluasi pelaksanaan di lapangan gejala timbulnya kesadaran mekanis-teknis ini sudah ditemukan di beberapa tempat. Musyawarah musyawarah dianggap sebagai proses berulang yang menjemukan dan membuang waktu mereka. Repetisi sebagai suatu proses berulang kegiatan harus senantiasa diperbaharui makna, kepentingan, dan manfaatnya bagi masyarakat. Intervensi dalam bentuk pengembangan model pelatihan yang mampu menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat harus diberikan.

Kebiasaan Masyarakat
Kebiasaan terbentuk oleh adanya tindakan kolektif repetitif yang biasanya dibentuk melalui mobilisasi. Mobilisasi sebagai input terhadap proses kegiatan, dibedakan berdasarkan pendekatan yang dipakai. Ada beberapa pendekatan yang berasal dari teori mobilisasi dalam penerapannya bersifat partisipatif, kerelaan dan memberdayakan. Risiko dari model pengembangan teori mobilisasi adalah kegagalan merumuskan pendekatan partisipatif dan kerelaan sosial, serta kegagalan merumuskan strategi pendampingan yang tepat kepada masyarakat.
Sebagai contoh, PPK hadir sebagai program pada dasarnya bersifat mobilisasi masyarakat. Mobilisasi artinya dalam komponen input di PPK disediakan sistem, prinsip, mekanisme, dan prosedur program yang diterapkan dari atas. Jika mobilisasi ini dilakukan berulang kali dalam periode waktu yang lama maka secara perlahan masyarakat akan menjadikannya sebagai kebiasaan. Ada contoh-contoh dari kebiasaan masyarakat yang telah berjalan berabad-abad pada awalnya dibentuk melalui input yang bersifat mobilisasi. Masyarakat dengan kreativitas yang dimiliki kemudian mengembangkan, memperbaharui, memperbaiki, dan menyempurnakan sebagian kebiasaan masyarakat. Beberapa upacara desa adat pada awalnya juga bagian dari mobilisasi kerajaan pada waktu itu. Kegiatan pengajian di desa-desa saat ini terutama pada desa yang bukan basis agama tradisional pada awalnya juga dikembangkan melalui gerakan mobilisasi. Tetapi tapi dalam perkembangan kemudian kegiatan itu menjadi kuat, lokal, dan melembaga menjadi kebiasaan kolektif.

Kesepakatan
Kesepakatan adalah cara dimana masyarakat menetapkan persamaan-persamaan diantara mereka dalam rencana tindakan yang akan dilakukan. Kita mengenal bentuk-bentuk kesepakatan yang ada di masyarakat. Bentuk-bentuk kesepakatan bisa dilihat dari sifat dan cakupan perikatannya, model pemberian mandat dan delegasi yang dipilih, dan pilihan terhadap sanksi bagi pelanggaran yang ada. Bentuk lain dari kesepakatan adalah bersifat tertulis atau bersifat konvensional. Selain itu kesepakatan bisa dilihat dari perspektif obligasi/kewenangan, serta konsep penetapan tujuan kolektif.
Contoh dari proses pembentukan kesepakatan adalah pada pertemuan warga, yang menghasilkan kesepakatan terhadap sesuatu, misalnya tentang penanganan masalah, penyelesaian konflik, atau merumuskan pengembangan usaha. Kekuatan kesepakatan dapat dilihat dari kualitas keterlibatan para partisipannya dan sampai sejauh mana kesepakatan menyediakan perangkat/instrumen reward dan insentif bagi para loyalis dan sanksi bagi para pelanggar. Kesepakatan adalah awal bagi terbentuknya aturan main yang lebih kuat, mengikat dan mendorong pencapaian tujuan.

Habitus
Bentuk lanjut dari kebiasaan umum adalah habitus. Habitus adalah kebiasaan masyarakat yang lebih cenderung bersifat permanen. Dalam kaitan ini habitus adalah struktur mental kolektif dalam mengahadapi kehidupan sosial. Tindakan kolektif itu sudah masuk dalam taraf tindakan kolektif dengan perangkat nilai. Yang membedakan kesadaran mekanis-teknis dengan dengan habitus adalah masuknya dimensi nilai yang mendasari tindakan kolektif yang dilakukan. Perilaku dan tindakan sosial yang mengekspresikan adat adalah contoh dari habitus. Kalau kesadaran teknis-mekanis bersifat temporer berkaitan dengan adanya pengaruh kepentingan dan relasi kekuasaan, maka habitus lebih mampu dan bersifat permanen sekalipun dipengaruhi oleh hal yang sama. Sebagaimana disampaikan Bourdieu (1984), dialektika habitus adalah produk internalisasi struktur dunia sosial, maka dalam kaitan ini pembiasaan selama ini lewat kegiatan partisipasi masyarakat misalnya, cenderung membuat pola umum kebiasaan, dan habitus dapat pula menjadi fenomena kolektif.

Aturan Main
Bentuk lanjut dari kesepakatan adalah penetapan dengan kadar pengaruh yang lebih kuat. Penguatan kesepakatan bisa bersifat formal maupun informal/kultural. Penguatan bersifat formal jika kesepakatan itu memasuki ranah hukum formal ataupun hukum daerah. Contoh yang paling jelas tentang hal ini adalah AD-ART BKAD yang telah ditetapkan dengan SK Bupati. Penguatan bersifat informal jika terdapat proses masuknya nilai dan sebaran perikatan yang lebih besar, bisa karena meningkatnya pemahaman partisipan atau bertambahnya anggota. Contoh dari penguatan bersifat informal adalah kesepakatan warga banjar di Bali menjadi awik-awik, bahkan dalam contoh lembaga adat Subak di Bali, awik-awik sudah dikuatkan dengan SK Bupati, contoh yang kedua ini menjadikan proses penguatan bentuk kesepakatan lembaga Subak cukup berkembang. Transformasi aturan main di Bali relatif berjalan baik pada kasus Subak. Justru yang menjadi soal tentang transformasi bukan pada aturan mainnya tetapi pada perubahan basis nilai.


Komitmen Sosial
Komitmen sosial adalah bentuk ketaatan kolektif terhadap tujuan bersama yang telah dirumuskan oleh masyarakat/komunitas. Komitmen sosial ini bertumpu pada habitus masyarakat dan aturan main yang telah dibentuk. Sebenarnya komitmen tidak hanya sekedar perwujudan tekad terhadap tujuan tetapi juga adanya tindakan terhadap perilaku yang menyimpang. Penyimpangan dapat dikategorikan sebagai tindakan yang dapat melemahkan komitmen. Manfaat dari adanya komitmen sosial adalah adanya tertib sosial untuk mencapai tujuan bersama. Pada model transformasi sosial yang dimobilisasi, tercapainya komitmen sosial adalah tujuan akhir dari model yang dikembangkan. Pada umumnya model2 transformasi sosial yang dikembangkan melalui beberapa program belum sampai pada tahapan pembentukan komitmen sosial.
Pada kasus program pemberdayaan masyarakat misalnya, transformasi berhenti hanya pada tahapan pembentukan kebiasaan dan kesepakatan yang bersifat sementara. Tetapi kita dapat mencatat beberapa program yang relatif berhasil misalnya lewat program PKK, BKKBN dan sebagainya. Indikator keberhasilan proses transformasi sosial terlihat ketika program berhenti berjalan tetapi masyarakat tetap menjalankan aktivitasnya sebagimana ketika masih ada program, bahkan dengan pengembangan-pengembangan. Sebagai program, tentu saja PPK juga dihadapkan pada pilihan sulit seperti ini. Tantangannya tidak hanya sekedar tersedianya piranti aturan main yang matang, tetapi juga sejauh mana di masyarakat sudah terbentuk pola perilaku dan habitus sosial. Program bisa dimaknai sebagai stimulan/insentif model yang suatu saat akan berakhir. Sistem, prosedur, mekanisme, program PPK mendapat tantangannya ketika program/proyek berakhir, apakah semua itu telah berhasil terinternalisikan ke dalam masyarakat, membentuk kebiasaan, membentuk habitusnya ke depan.


11.3. Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD)

BKAD adalah organisasi kerja yang mempunyai lingkup wilayah antar desa, berperan sebagai lembaga dalam mengelola perencanaan pembangunan partisipatif, mengembangkan bentuk-bentuk kegiatan kerja sama antar desa, menumbuhkan usaha-usaha pengelolaan aset produktif, serta mengembangkan kemampuan pengelolaan program-program pengembangan masyarakat.

BKAD dibentuk berdasarkan UU 32/2004, PP 72 dan 73/2005, pada awalnya untuk memenuhi kebutuhan bagi perlindungan dan pelestarian hasil-hasil PPK, sesuai dengan Surat Edaran Mendagri pada Agustus 2006.

Sesuai PP 72 tahun 2005, bidang-bidang yang dapat dikerjasamakan adalah peningkatan perekonomian masyarakat desa, peningkatan pelayanan kesehatan, pendidikan, pemanfaatan sumberdaya alam dan kelestarian lingkungan, serta sosial budaya. Bidang-bidang ini selaras dengan kegiatan yang selama ini telah dilakukan melalui PPK/PNPM Mandiri Perdesaan.

Penjabaran tugas pokok dan fungsi BKAD di atas dilakukan berdasarkan hasil-hasil pengalaman PPK/PNPM Mandiri Perdesaan. Hasil-hasil pengalaman PPK/PNPM Mandiri Perdesaan tidak hanya aset produktif yang dikelola UPK, akan tetapi meliputi sistem perencanaan, kegiatan antar desa, pengembangan aset produktif, serta kemampuan mengelola program masyarakat.

BKAD juga mempunyai potensi untuk menjadi organisasi kerja yang mengkoordinasikan fungsi kelembagaan masyarakat di tingkat komunitas. Konsep pengakaran lembaga yang sudah menjadi komitemen dalam Pedum PNPM, harus dapat diwujudkan dalam pengembangan lembaga kemasyarakatan yang memadukan pola hubungan fungsional dan bertumpu pada akar lembaga komunitas. Lembaga komunitas sebagai basis kekuatan BKAD ke depan dapat terdiri dari RT/RW/dusun/jurong, nagari dsb. Dalam kaitan inilah maka BKAD dapat berfungsi untuk menggerakkan kembali semangat revitalisasi lembaga lokal/adat. Pendekatan pemberdayaan dalam CDD pada tahapan sekarang sudah mulai memadukan penguatan modal sosial dan menumbuhkan solidaritas sosial. Penguatan modal sosial dan solidaritas sosial akan menggerakkan peningkatan kegiatan kerja sama, akses dan jaringan sosial, menggerakkan fungsi produksi dan reproduksi sosial dan sebaginya. Pada konteks inilah maka menumbuhkan kembali semangat budaya lokal menjadi tugas strategis BKAD.

Dalam menjalankan tugas pengelolaan perencanaan pembangunan partisipatif, BKAD juga memerankan diri sebagai komponen penting unsur masyarakat yang terlibat dalam pembahasan perencanaan di forum SKPD.

Beberapa fungsi yang dijalankan oleh lembaga seperti Tim Penulis Usulan, Tim Pengelola Kegiatan,Tim Monitoring, Tim Pemelihara, adalah fungsi-fungsi yang berjalan dengan relatif baik selama ada program. Pemikiran untuk menjaga keberlanjutan fungsi didasarkan pada dua peluang. Peluang pertama dari aspek keberlanjutan kelembagaan dan peluang kedua berasal dari potensi kerja sama program. Keberlanjutan kelembagaan dipengaruhi di antaranya oleh ketersediaan perangkat peraturan yang relevan. PP 72/2005 mengamanatkan tentang penetapan dan pembentukan lembaga kemasyarakatan. Lembaga kemasyarakatan mewakili ciri utama untuk mengidentifikasi lembaga lokal yang pada umumnya dibentuk melalui proses mobilisasi. Fungsi-fungsi yang termasuk dalam lingkup lembaga kemasyarakatan beberapa di antaranya adalah fungsi yang melekat pada lembaga bentukan program.

Dalam pengertian inilah maka fungsi-fungsi TPU, TPK, TM, TP, akan dikuatkan secara kelembagaan baik secara fungsi maupun legitimasi dalam kerangka lembaga kemasyarakatan desa. Secara fungsi keberadaan lembaga-lembaga ini dapat tetap bersifat sementara, justru untuk mengoptimalkan peran dan fungsi sesuai kebutuhan, tetapi secara legitimasi melekat ke dalam lembaga permanen yang ada.


Secara gambar dapat dijelaskan sebagai berikut:




11.3.1. Fasilitasi pembentukan BKAD dengan langkah sebagai berikut :

a. Sosialisasi pembentukan BKAD pada MAD Sosialisasi.
Sosialisasi dimaksudkan untuk memberikan penjelasan kepada wakil-wakil masyarakat desa tentang badan kerja sama antar desa. Peserta terdiri dari wakil desa sebagaimana dalam ketentuan PTO PNPM Mandiri Perdesaan. Kegiatan sosialisasi ini dipandu oleh Fasilitator Kecamatan dibantu PjOK. Sebagai narasumber adalah Camat, TK PNPM Mandiri Perdesaan Kabupaten dan Fasilitator Kabupaten. Untuk kecamatan phase out fasilitasi akan dilakukan oleh Fasilitator Kabupaten/Pendamping UPK dibantu PJOK, sedangkan untuk kabupaten phase out fasilitasi dilakukan oleh Pendamping UPK/KM-Prov dan TK PNPM Mandiri Perdesaan Kabupaten setempat.

Agenda yang dibahas pada MAD sosialisasi meliputi pertama, UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP 72/2005 tentang Desa, dan PP 73/2005 tentang Kelurahan, SE Mendagri No 414.2/1402/PMD tahun 2006, serta peraturan daerah yang mengatur tentang pemerintahan desa, dan kedua, rancangan integrasi BKAD sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hasil dari kegiatan ini adalah adanya kesepahaman wakil-wakil desa untuk mendorong pembentukan BKAD. Dokumen kesepahaman ini tertuang dalam Berita Acara dengan dilampiri risalah dan daftar hadir.

b. Sosialisasi pembentukan BKAD pada MD Sosialisasi.
Sosialisasi dimaksudkan untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat desa tentang badan kerja sama antar desa yang telah disosialisasikan dalam MAD. Peserta sebagaimana tertuang dalam PTO PNPM Mandiri Perdesaan. Kegiatan sosialisasi ini dipandu oleh KPM-D/K dan atau Fasilitator Kecamatan. Sebagai narasumber adalah PJOK, Kades dan Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan.

Agenda yang dibahas pada sosialisasi meliputi pertama, UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP 72/2005 tentang Desa, dan PP 73/2005 tentang Kelurahan, SE Mendagri No 414.2/1402/PMD tahun 2006, serta peraturan daerah yang mengatur tentang pemerintah desa, kedua, rancangan integrasi BKAD sesuai dengan amanat undang-undang dimaksud. Agenda khusus yang dibahas di MD adalah keputusan desa untuk membentuk/bergabung dalam BKAD. Keputusan ini tertuang dalam Berita Acara hasil musyawarah.

Hasil dari kegiatan ini adalah adanya keputusan desa untuk membentuk BKAD. Dokumen keputusan termasuk dokumen persetujuan dari BPD tertuang dalam Berita Acara dengan dilampiri notulensi dan daftar hadir.

c. Pembentukan BKAD saat MAD Penetapan Usulan
MAD ini dimaksudkan untuk menindaklanjuti keputusan MD sosialisasi pembentukan BKAD. Kegiatan ini dipandu oleh Fasilitator Kecamatan/Pendamping UPK dan dibantu oleh PJOK. Peserta terdiri dari wakil desa sebagaimana tertuang dalam PTO PNPM Mandiri Perdesaan. Sebagai narasumber adalah Camat, Kades dan Fasilitator Kabupaten. Untuk kecamatan phase out fasilitasi akan dilakukan oleh Fasilitator Kabupaten/Pendamping UPK dibantu PJOK, sedangkan untuk kabupaten phase out fasilitasi dilakukan oleh Pendamping UPK/KM-Prov dan TK PNPM Mandiri Perdesaan Kabupaten setempat.

Agenda pembahasan pada MAD adalah pertama, laporan hasil keputusan MD tiap-tiap desa yang berkaitan dengan pembahasan pembentukan BKAD. Kedua, pengumuman pembentukan BKAD Kecamatan... (nama kecamatan) tertuang dalam berita acara. Ketiga, pemilihan dan pembentukan pengurus BKAD. Pengurus BKAD dapat terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara. Untuk fungsi-fungsi lainnya dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan musyawarah. Keempat, fasilitasi penyusunan AD/ART BKAD yang melibatkan peserta wakil-wakil desa. Fasilitasi ini harus memperhatikan keterlibatan aktif masyarakat. Fasilitator Kecamatan memfasilitasi pembentukan BKAD ini, terhadap kecamatan yang tidak ada Fasilitator Kecamatan, fasilitasi pembentukan dilakukan oleh Fasilitator Kabupaten.

11.3.1. Tugas Pokok dan Fungsi BKAD:

BKAD PNPM Mandiri Perdesaan Dasar Pembentukan:
1. UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
2. PP 72 tahun 2005 tentang Desa dan PP 73 tahun 2005 tentang Kelurahan
3. SE Mendagri tentang Pelestarian dan Pengembangan Hasil-Hasil PPK

Petunjuk Pelaksanaan dan Referensi:
1. Panduan Penataan Kelembagaan PNPM-PPK
2. PTO PNPM-PPK
3. Modul Pembentukan BKAD
4. Bahan Bacaan Kelembagaan
5. Materi Pengembangan Lapangan

Tujuan Umum Pembentukan: untuk menjaga keberlanjutan dan pengembangan hasil-hasil PPK meliputi hasil kegiatan, sistem, lembaga, dan asset produktif.



No. Lingkup Tugas Umum serta Uraian Tugas Pokok dan Fungsi BKAD Kompetensi BKAD
1 Manajemen Pembangunan Partisipatif

1. Meningkatkan kualitas musyawarah-musyawarah yang dilakukan masyarakat baik di desa maupun antar desa.
2. Melakukan pengelolaan hasil-hasil musyawarah desa dan antar desa dalam kaitan pembangunan partisipatif.
3. Menjembatani terwujudnya penggalian gagasan yang lebih berpihak kepada kebutuhan pengembangan wilayah antar desa.
4. Mendorong terwujudnya kelembagaan masyarakat yang lebih partisipatif.
5. Memotivasi dan mendorong kelompok RTM agar berperan aktif dalam setiap kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian kegiatan.
6. Meningkatkan kapasitas pelaku-pelaku yang ada di desa dan kecamatan dalam kaitan pengelolaan pembangunan partisipatif.
7. Melakukan supervisi, monitoring, evaluasi dan pelaporan setiap perkembangan kegiatan.
8. Menjaga sistem, mekanisme, aturan main, dan prinsip-prinsip pembangunan partisipatif.
9. Mendorong lahirnya perdes partisipatif berkaitan dengan kelembagaan, dan hasil-hasil pembangunan partisipatif.
10. Menjalin sinergitas dan koordinasi dengan pemerintah daerah, dunia usaha, dunia pendidikan, legislatif dan pelaku lainnya dalam rangka memperkuat manajemen pembangunan partisipatif.



1. Mampu melakukan pengelolaan musyawarah masyarakat.
2. Mempunyai kemampuan mengorganisir dan mengembangkan masyarakat.
3. Memahami proses penggalian gagasan masyarakat.
4. Memahami syarat-syarat kelembagaan partisipatif.
5. Mampu mendorong terwujudnya kelembagaan masyarakat partisipatif.
6. Mempunyai kecakapan memotivasi RTM untuk lebih terlibat dalam kegiatan.
7. Mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kapasitas pelaku-pelaku di desa dan antar desa.
8. Mempunyai kemampuan melakukan supermonev-pel di lapangan.
9. Mempunyai pemahaman yang utuh terhadap model pembangunan partisipatif
10. Mempunyai kecakapan fasilitasi perdes partisipatif.
11. Mempunyai kemampuan menjalin dan membina kerja sama dengan pihak ketiga.
2 Manajemen Kegiatan Antar Desa

1. Memfasilitasi pembahasan, perumusan, dan penyusunan kesepakatan-kesepakatan kerja sama antar desa.
2. Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan kerja sama antar desa.
3. Melakukan identifikasi potensi desa yang dapat dikembangkan menjadi sentra pengembangan ekonomi, sosial, dan budaya antar desa.
4. Melakukan kelola informasi potensi desa-desa dalam lingkup wilayahnya.
5. Memfasilitasi penanganan dan penyelesaian masalah perselisihan antar desa dan masalah lain yang timbul dari pelaksanaan kerja sama antar desa.
6. Memfasilitasi keberlanjutan fungsi-fungsi kelembagaan desa dan antar desa dalam pengelolaan kegiatan dan kerja sama antar desa.
7. Mengelola informasi masyarakat antar desa untuk menumbuhkan semangat transparansi, akuntabilitas, dan kerja sama.
8. Meningkatkan kapasitas pelaku-pelaku yang ada di desa dan antar desa dalam kaitan pengelolaan kegiatan antar desa.
9. Mendorong pelaksanaan pelestarian hasil-hasil kegiatan desa dan antar desa.



1. Mempunyai kecakapan fasilitasi kesepakatan kerja sama antar desa.
2. Mempunyai kemampuan melaksanakan kerja sama antar desa.
3. Mampu melakukan identifikasi potensi desa.
4. Mempunyai kecakapan mengelola informasi potensi desa hasil identifikasi.
5. Mempunyai kecakapan menangani perselisihan dan masalah antar desa.
6. Mampu mendorong berfungsinya lembaga desa dan antar desa dalam kaitan kerja sama antar desa.
7. Mampu mengelola sistem informasi untuk masyarakat.
8. Mempunyai kemampuan mengorganisir kegiatan pelestarian kegiatan.
3 Manajemen Aset Produktif

1. Memfasilitasi terbentuknya kerja sama dengan pihak ketiga dalam kaitan pengelolaan aset produktif, sumber daya lokal, teknologi tepat guna.
2. Mendorong pengembangan UPK sebagai pengelola kegiatan yang andal, dengan basis kegiatan sebagai lembaga keuangan mikro dan lembaga pengelola teknis program.
3. Membantu dan mendorong fasilitasi akses sumber bantuan bagi kelompok/lembaga usaha masyarakat baik produksi, distribusi maupun pemasaran.
4. Mendorong terbentuknya kelompok dan lembaga usaha desa yang berbasis pengembangan sumber daya ekonomi lokal.
5. Melakukan kajian dan evaluasi sederhana tentang pelaku-pelaku ekonomi di wilayahnya.
6. Mendorong pengembangan BP-UPK sebagai badan pengawas dan pemeriksa keuangan UPK yang andal dan dapat dipercaya.
7. Mendorong pengembangan lembaga penunjang UPK sesuai dengan kebutuhan tugas pokok dan fungsi masing-masing.
8. Meningkatkan efektivitas pemberlakuan dan pelaksanaan sanksi lokal sebagai komitmen bersama.

1. Mempunyai kemampuan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga.
2. Mampu menyusun rencana strategis untuk pengembangan UPK dalam kaitan sebagai lembaga keuangan mikro dan pengelola teknis program.
3. Mampu melakukan akses ke sumber bantuan sesuai dengan kebutuhan.
4. Mampu memfasilitasi pembentukan kelompok/lembaga ekonomi masyarakat.
5. Mampu melakukan kajian dan evaluasi sederhana tentang pelaku-pelaku ekonomi di wilayahnya.
6. Mampu meningkatkan mutu pemeriksaan dan pengawasan keuangan oleh BP-UPK.
7. Mampu mendorong berfungsinya lembaga penunjang sesuai kebutuhan.
8. Mampu meningkatkan efektifitas pelaksanaan sanksi lokal.

4 Pengelola program PNPM maupun pihak ketiga

1. Melakukan koordinasi dengan pihak kecamatan dan desa berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan.
2. Memotivasi pelaku-pelaku kecamatan dan desa terkait dengan pelaksanaan kegiatan.
3. Melakukan pemantauan setiap tahapan kegiatan.
4. Mendorong kualitas partisipasi dan keswadayaan masyarakat.
5. Melakukan evaluasi kinerja UPK terkait dengan tugas sebagai pengelola teknis program.
6. Mengkoordinasikan tugas pemantauan kegiatan sarana prasarana sosial dasar dan ekonomi.
7. Mengkoordinasikan tugas pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan teknis program.
8. Meningkatkan kinerja tim pelestarian yang telah terbentuk dan mendorong pihak desa untuk mengembangkan kegiatan pelestarian hasil-hasil kegiatan.
9. Melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap hasil kinerja pengelolaan program, baik pengelolaan teknis oleh UPK maupun lembaga lainnya.


1. Mempunyai kemampuan memimpin, manajerial, dan evaluasi terhadap kegiatan dan pelaku-pelaku kegiatan.
2. Mempunyai kecakapan sosialisasi, fasilitasi, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat.
3. Mempunyai kemampuan advokasi kebijakan publik.
4. Mempunyai kemampuan komunikasi publik lesan dan tulisan secara memadai.




11.4. Unit Pengelola Kegiatan

Penataan kelembagaan UPK merupakan upaya untuk memperkuat aspek-aspek kelembagaan berkaitan dengan perkuatan legalitas dan standar prosedur operasional. Strategi ini dilakukan karena keberadaan UPK masih bersifat ad hoc. Kedepan UPK menjalankan dan mengembangkan fungsi sebagai pengelola keuangan dan pinjaman, pelaksana program dalam kaitan fungsi pengembangan partisipasi masyarakat, serta penguatan dan pembinaan kelompok. Kedudukan UPK perlu dikuatkan dalam hukum dan peraturan yang berlaku dalam kaitan hubungan dengan kelembagaan desa dan antar desa lainnya, bahkan kerja sama dengan pihak lain.

Strategi penataan UPK ini untuk memenuhi amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan perundangan yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa, Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 2005 tentang Kelurahan, serta Surat Edaran Mendagri nomor 414.2/1402/PMD tahun 2006 perihal Pelestarian dan Perlindungan Hasil-Hasil PPK.

11.4.1. Tujuan Penataan UPK
Penataan Kelembagaan UPK bertujuan untuk memperkuat legalitas dan operasional UPK agar mampu mengembangkan diri sebagai pengelola keuangan dan pinjaman, pelaksana program dalam kaitan fungsi pengembangan partisipasi masyarakat, serta penguatan dan pembinaan kelompok.

11.4.2. Strategi Penataan UPK
Strategi penataan kelembagaan UPK yang dilakukan meliputi :
a. Pelembagaan UPK PNPM Mandiri Perdesaan diarahkan kepada kesepakatan kerja sama antar desa melalui BKAD, hubungan UPK dengan lembaga lembaga lain di desa dan antar desa, dan penguatan organisasi UPK dalam menjalankan peran dan fungsinya.
b. UPK dalam menjalankan kegiatannya wajib memiliki standar prosedur organisasi yang memuat tentang pengelolaan perguliran, chanelling program, pembinaan kelompok, penanganan pinjaman bermasalah dan sebagainya.

11.4.3. Langkah-Langkah Penataan UPK
Langkah-langkah penataan kelembagaan yang dilakukan terdiri dari :

a. Penyusunan Standar Prosedur Operasional
Standar Prosedur Operasional adalah dokumen yang terdiri dari standar organisasi, standar pengelolaan, standar penanganan, standar pembinaan kelembagaan UPK dan lembaga pendukung UPK sesuai uraian tugas yang dapat diukur dan dapat dipertanggungjawabkan. Standar Prosedur Operasional disusun oleh UPK dan lembaga pendukung UPK, mengacu pada PTO PNPM Mandiri Perdesaan, disetujui oleh BKAD/MAD serta ditetapkan melalui Musyawarah Antar Desa. Terhadap keseluruhan proses ini, akan difasilitasi oleh Fasilitator Kecamatan.

Standar Prosedur Operasional digunakan sebagai dokumen yang menjadi pedoman bagi pihak-pihak yang akan melakukan kegiatan kegiatan pembinaan, pengawasan dan kerja sama.

Dengan adanya Standar Prosedur Operasional maka secara kelembagaan UPK telah memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Standar Prosedur Operasional meliputi:



- Standar Organisasi UPK dan lembaga pendukung, terdiri dari :
1) Uraian tugas dan fungsi,
2) Sistem pembayaran gaji, insentif, dan bonus dari surplus,
3) Sistem perekrutan dan perjanjian kerja pengurus,
4) Sistem pelaporan kerja,
5) Sistem evaluasi kinerja pengurus,
6) Prosedur pemutusan hubungan kerja UPK,
7) Sistem Sanksi atas pelanggaran,
8) Mekanisme perubahan aturan.

- Standar Pengelolaan Perguliran UPK, menjelaskan dan mengatur tentang :
1) Prosedur pinjaman (persyaratan kelompok, prosedur permohonan pinjaman, verifikasi, keputusan, akad pinjaman, pencairan pinjaman dan sistem pelunasan).
2) Skema pinjaman (tingkat bunga, jangka waktu, sistem angsuran, pemberian IPTW).
3) Sanksi-sanksi (pemberian penalti bagi kelompok penunggak, pemberian penalti bagi desa dan sebagainya).
4) Pembagian surplus (dialokasikan untuk cadangan modal, insentif pengurus, dana pendidikan, dan lain-lain).
5) Sistem pengendalian (pemantauan, pelaporan dan evaluasi).

- Standar Pelaksana Program :
Dalam menjalankan peran sebagai pelaksana program partisipatif, UPK taat kepada prinsip, mekanisme, dan proses kegiatan sebagaimana tertuang dalam PTO PNPM Mandiri Perdesaan. Penyusunan Standar Pelaksanaan Program mengacu kepada PTO PNPM Mandiri Perdesaan dan kebijakan program lain (yang dipastikan akan menggunakan kelembagaan UPK).
Standar pelaksanaan program terdiri dari:
1) Sistem pencairan dana,
2) Sistem penyaluran dana,
3) Sistem pengadministrasian penggunaan dana,
4) Sistem pelaporan dan pertanggungjawaban dana,
5) Sistem supervisi dan pembinaan TPK dalam hal administrasi dan pelaporan,
6) Sistem pengarsipan dokumen,
7) Sistem pengelolaan data/baseline data RTM, kelompok pemelihara, kelompok simpan pinjam, dan kelompok ekonomi produktif.

- Standar Penanganan Pinjaman Bermasalah
Standar Penanganan Pinjaman bermasalah dibutuhkan sebagai pedoman penanganan pinjaman yang belum dikembalikan secara penuh sesuai dengan target yang disepakati oleh kelompok dengan UPK dengan kriteria sebagai berikut:
1) Tunggakan angsuran di atas 3 bulan untuk pinjaman yang diangsur setiap bulan.
2) Tunggakan angsuran di atas 4 bulan untuk pinjaman yang diangsur per triwulan.
3) Tunggakan angsuran di atas 7 bulan untuk pinjaman yang diangsur per 6 bulan.
4) Tunggakan akibat tidak berfungsinya kelompok (kelompok bubar, konflik pengurus dan sebagainya).

- Standar Pengelolaan Kelompok
Berkaitan dengan jenis kelompok :
1) Kelompok Simpan Pinjam: adalah kelompok yang mengelola simpanan (tabungan) anggota dan pinjaman dengan tujuan untuk peningkatan kesejahteraan anggota.
2) Kelompok Usaha Bersama: adalah kelompok yang mempunyai kegiatan usaha sejenis yang dikelola secara bersama oleh anggota kelompok.
3) Kelompok Aneka Usaha: adalah kelompok yang anggotanya mempunyai usaha bermacam-macam atau yang dikelola secara individual oleh setiap anggota.

Berkaitan dengan pengembangan kelompok :
1) UPK melaksanakan identifikasi keberadaan kelompok di seluruh kecamatan, baik yang sedang memanfaatkan pinjaman maupun yang tidak.
2) Menggolongkan tingkat pertumbuhan kelompok, didasarkan atas kriteria kelayakan kelompok.
3) Identifikasi kebutuhan penguatan kelompok (sesuai hasil pendataan tingkat pertumbuhan kelompok).
4) Melaksanakan pendampingan penguatan dan pengembangan kelompok.

Berkaitan dengan arah perlakuan kelompok :
1) Kelompok penyalur akan difasilitasi agar berkembang menjadi kelompok pengelola,
2) Kelompok potensial diperkuat menjadi kelompok layak pinjaman dana bergulir.
3) Kelompok aneka usaha difasilitasi menjadi kelompok simpan pinjam.
4) Kelompok UEP non simpan pinjam difasilitasi menjadi kelompok usaha bersama.
5) Kelompok simpan pinjam difasilitasi meningkatkan tabungan tanggung renteng, menyusun rencana usaha dan mengajukan permohonan pinjaman ke UPK.

11.4.4. Hubungan Kelembagaan UPK
Hubungan kelembagaan UPK dengan lembaga-lembaga desa dan antar desa diatur di dalam AD-ART BKAD. Hal-hal yang diatur dalam kerangka hubungan kelembagaan itu adalah :
a. Kegiatan BKAD meliputi mandat musyawarah, pengelola operasional, badan pemeriksa UPK, lembaga penunjang UPK.
b. Hubungan BKAD dengan UPK.
c. Hubungan BKAD dengan Pemeriksa UPK.
d. Hubungan BKAD dengan Lembaga Pendukung.
e. Hubungan UPK dengan Pengelola Kegiatan Desa.
f. Hubungan UPK dengan Tim Verifikasi.
g. Hubungan UPK dengan Tim Penulis Usulan.
h. Hubungan UPK dengan Tim Pengelola Kegiatan.
i. Hubungan UPK dengan Tim Pemelihara Desa.
j. Hubungan UPK dengan Kelompok UEP dan SPP.
k. Hubungan UPK dengan Pokmas Lainnya (misalnya: pasar desa, air bersih dan sebagainya)

Dalam melakukan penyusunan AD-ART BKAD sebagaimana dimaksud di atas, perlu memperhatikan ketentuan dasar sebagai berikut :
a. Memperhatikan ketentuan PTO PNPM Mandiri Perdesaan, karakteristik lokal, dan pengalaman selama ini,
b. Memuat sekurang-kurangnya status definisi dan kepemilikan, keanggotaan dan keterwakilan, hubungan antar kelembagaan, kewenangan mengambil keputusan, bentuk-bentuk keputusan, serta sasaran yang harus dicapai.
c. Menjelaskan definisi dan kepemilikan berisi ketentuan umum, nama tempat dan kedudukan, serta azas BKAD.
d. Menjelaskan keanggotaan dan keterwakilan berisi keanggotaan, kepengurusan dan masa bakti.
e. Pencapaian sasaran harus bisa menjabarkan visi dan misi BKAD.
f. Bab tentang ketentuan umum berisi pasal tentang status kepemilikan, keanggotaan, cara mengambil keputusan, serta kewenangan BKAD.
g. Bab tentang nama, tempat kedudukan berisi nama dan alamat kedudukan BKAD.
h. Bab tentang azas BKAD berisi azas idiil dan azas operasional.
i. Bab tentang keanggotaan berisi pasal tentang status, hak dan kewajiban anggota.
j. Bab tentang kepengurusan berisi pasal tentang syarat-syarat, mekanisme pemilihan, serta masa bakti.
k. Bab tentang hubungan kelembagaan berisi pasal-pasal hubungan BKAD dengan UPK, Pemeriksa UPK, Lembaga Pendukung UPK, dan lain-lain.
l. Bab tentang pengambilan keputusan berisi pasal tentang jenjang keputusan dan bentuk-bentuk keputusan dan bentuk-bentuk kerja sama.
m. Bab tentang visi menjabarkan tentang peran partisipasi dengan cara kerja sama untuk menciptakan kemandirian dan kesejateraan bersama sesuai potensi dan karakteristik lokal.
n. Bab tentang misi menjabarkan keputusan partisipatif pada proses pembangunan dengan melakukan kerja sama.
o. Isi bab dan pasal-pasal sesuai dengan ketentuan ini dapat dibahas, dirumuskan di tiap kecamatan dengan difasilitasi oleh fasilitator kecamatan.
p. Dengan memperhatikan karakteristik lokal dan sesuai dengan pokok-pokok ketentuan dasar AD/ART ini, muatan tiap-tiap kecamatan tidak selalu sama.
q. Penyusunan rancangan AD/ART ini setelah selesai ditetapkan menjadi AD/ART BKAD dengan keputusan Musyawarah Antar Desa.
r. Keputusan AD/ART BKAD dikeluarkan dengan berita acara keputusan yang disahkan dengan surat penetapan Camat, SK Bupati.



Standar Operasional setiap kelembagaan BKAD diatur dengan suatu standar kerja teknis masing-masing yang ditetapkan oleh BKAD melalui Musyawarah Antar Desa (MAD). Dalam gambar hubungan kelembagaan itu sebagai berikut :
















11.5. Pelaporan Kategori Tingkat Perkembangan
Perkembangan di lapangan pada umumnya telah cukup baik dalam merespons kebijakan penataan kelembagaan. Untuk itu diperlukan pengkategorian terhadap tingkat perkembangan lembaga pengelola yang ada. Pengkategorian juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kebijakan nasional dan pengambilan keputusan pembangunan di tingkat lokal. Beberapa manfaat lain adalah sebagai bahan kajian kebijakan kelembagaan, untuk mengetahui tingkat perkembangan implementasi kebijakan, mengukur kekuatan aspek kelembagaan, memandu tahapan pendampingan kelembagaan. Kategori tingkat perkembangan lembaga di desa dan antar desa adalah penilaian terhadap perkembangan kelembagaan pada aspek perkembangan kegiatan dan aturan main.


Formulir Kategori Tingkat Perkembangan Kelembagaan
Kategori tingkat perkembangan kelembagaan dibuat dengan menggunakan instrumen berupa formulir isian berjenjang, terdiri dari rekap kabupaten kabupaten, rekap provinsi, dan rekap nasional, masing-masing untuk lembaga pengelola BKAD, UPK, dan BP-UPK.
Formulir rekap kabupaten diisi oleh F-Kab berdasarkan data yang diperoleh dari F-Kec. F-Kab bersama P-UPK harus dapat memastikan bahwa data yang disampaikan sesuai fakta lapangan. Data formulir ini wajib dilakukan pemutakhiran setiap 2 bulan sekali dan disampaikan kepada KM Prov paling lambat tanggal 10.
Formulir rekap provinsi diisi oleh KM Prov dan atau MIS Prov berdasarkan data yang diperoleh dari F-Kab. KM Prov dibantu FMS Prov harus dapat memastikan bahwa data yang disampaikan sesuai fakta lapangan. Data formulir ini wajib dilakukan pemutakhiran setiap 2 bulan sekali, serta disampaikan kepada KM Nas/up Sp Kelembagaan Lokal KM Nas paling lambat tanggal 21.
Formulir rekap nasional diisi oleh Sp KL KM Nas berdasarkan data yang diperoleh dari KM Prov. Sp KL KM Nas dapat memastikan bahwa data yang disampaikan sesuai fakta lapangan dengan melakukan uji petik lapangan.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

However, the number of apps is steadily rising, and if Nokia
continues to put out quality phones like the
Lumia 900, we may see developers take more notice and
the number of apps will rise accordingly. As Atlantis emerged from the blackness of space and into the blistering lights of the John F.
In essence, they appreciated each other and never lost sight of how lucky they felt to
have each other as their spouse. As a rule of thumb, if
an app has been successful in i - OS or Android format, it is likely to also
be found on Windows Marketplace. In doing so, it becomes
the only potential choice for best gaming PC under 500 bucks in the desktop category.

Those pain killers and medications hide the problem without
dealing with the true cause. Of course, many people looking to boost their bone health choose to supplement their diets.
The so-called colloidal silver "blue man," Paul Karason, was back on the Today show this week.
a far cry: a long way from. I died numerous times because of the stupid reload system.



Here is my homepage :: leblob.ch